2008/10/31

Perkembangan Sosio Emosional

Ψ Pendahuluan

Masa Bayi merupakan masa awal dalam kehidupan manusia. Perkembangan pada masa bayi sangat mempengaruhi dasar dari perilaku individu selanjutnya.

Salah satu perkembangan yang dialami individu adalah perkembangan sosio-emosi. Hal tersebut muncul seiring dengan berjalannya waktu dan pengalaman-pengalaman yang dialami oleh individu.

Dalam perkembangan sosio-emosi, khususnya pada masa bayi, memiliki hubungan dengan perihal keterikatan (attachment), peran ayah sebagai pengasuh anak, tempat pengasuhan anak (day care), dan emosi, yang akan dibahas kali ini.

Ψ Attachment

Keterikatan (attachment) merupakan suatu ikatan emosional yang kuat antara bayi dan pengasuhnya. Menurut Freud, bayi akan makin dekat dengan orang atau barang yang memberikan kepuasan oral pada bayi. Hal ini dibantah oleh Harlow dan Zimmerman (1959) yang melakukan penelitian menggunakan bayi monyet serta para ‘ibu’ dari kawat dan handuk. Dalam penelitian tersebut, menunjukan bahwa bayi monyet cenderung ‘terikat’ dengan ‘ibu handuk’ yang memberinya kenyamanan daripada dengan ‘ibu kawat’ yang memberinya makanan. Secara tak langsung, penelitian ini menyebutkan bahwa elemen penting dalam proses keterikatan bukanlah memberi makan, melainkan kenyamanan kontak.

Konrad Lorenz pun mengeluarkan pendapat (1965) bahwa periode awal kelahiran hingga batas waktu tertentu merupakan saat-saat terjalinnya keakraban dan keteringkatan yang sangat penting pada bayi (pada bayi angsa adalah 36 jam pertama, sedangkan pada manusia adalah setahun pertama).

Erik H. Erikson pun mendukung pernyataan Lorenz (1968) bahwa tahun pertama kehidupan manusia ialah kerangka waktu kunci bagi perkembangan keterikatan, karena pada masa itu, manusia mengembangkan tahap Trust vs Mistrust. Erikson pun yakin bahwa orang tua yang tanggap dapat membangun Trust pada bayinya.

Penekanan pentingnya keterikatan pada tahun pertama kehidupan dan juga pentingnya sikap tanggap orang tua yang mengasuh bayinya juga dijabarkan oleh psikiater Inggris, John Bowlby (1969,1989). Bowlby meyakini adanya keterikatan secara naluriah antara ibu dan bayinya. Sang bayi pun melakukan usaha-usaha untuk mempertahankan kedekatannya dengan sang ibunda.

Menurut Stayton (1973), para ibu yang menunjukan ‘keterikatan yang tidak aman’ cenderung bereaksi menurut keinginan pribadi, bukan karena isyarat dari sang bayi. Para ibu itu akan memeluk bayi yang menangis bila mereka ingin memeluk bayi itu, tapi akan mengabaikan tangisan bayi di waktu lain. Ibu yang kurang responsif, seperti itu, selama tahun pertama akan mengembangkan keterikatan yang tidak aman antara dia dan bayinya.

Clarke dan Stewart (1973) pun mendukung pendapat Stayton. Menurut mereka, para ibu yang memiliki ikatan aman dengan bayinya, lebih bersifat responsif terhadap kebutuhan sang bayi, memberi stimulus sosial yang lebih banyak dengan mengajak sang bayi bercakap-cakap atau bermain bersama. Dan para ibu tersebut pun mengungkapkan rasa sayang dengan lebih baik.

Mary Ainsworth (1979) yang juga sepaham dengan Stayton mengajukan tiga tipe keterikatan utama, yaitu tipe A (cemas-menghindar atau anxious-avoidant), tipe B (keterikatan aman), dan tipe C (cemas-menolak atau anxious-resistant).

Adapun keterikatan yang terjadi setelah kontak dini secara langsung orang tua dan bayi setelah proses persalinan, yang lebih dikenal dengan istilah Bounding Attachment.

Menurut Brazelton (1978), bounding merupakan suatu ketertarikan mutualisme pertama antar individu, misalnya antara orang tua dan anak, saat pertama kali mereka bertemu. Attachment adalah suatu perasaan menyayangi atau loyalitas yang mengikat individu dengan individu lain.

Sedangkan menurut Nelson & May (1996), attachment merupakan ikatan antara individu meliputi pencurahan perhatian serta adanya hubungan emosi dan fisik yang akrab.

Menurut Klaus, Kenell (1992), bounding attachment bersifat unik, spesifik, dan bertahan lama. Mereka juga menambahkan bahwa ikatan orangtua terhadap anaknya dapat terus berlanjut bahkan selamanya walau dipisah oleh jarak dan waktu dan tanda-tanda keberadaan secara fisik tidak terlihat. Bagian penting dari ikatan ini ialah perkenalan.

Menurut Saxton & Pelikan (1996), bounding adalah suatu langkah untuk mengunkapkan perasaan afeksi (kasih sayang) oleh ibu kepada bayinya segera setelah lahir. Sedangkan, attachment adalah interaksi antara ibu dan bayi secara spesifik sepanjang waktu.

Pra kondisi, sebelum membentuk bounding attachment, yang mempengaruhi sebuah ikatan oleh Mercer (1996), yaitu :

  1. Kesehatan emosional orang tua.
  2. Sistem dukungan sosial yang meliputi pasangan hidup, teman, dan keluarga.
  3. Suatu tingkat keterampilan dalam berkomunikasi dan dalam memberi asuhan yang kompeten.
  4. Kedekatan orang tua dengan bayi.
  5. Kecocokan orang tua—bayi (termasuk keadaan, temperamen, dan jenis kelamin).

Tahap-Tahap pada Bounding Attachment :

  1. Perkenalan (acquaintance), dengan melakukan kontak mata, menyentuh, berbicara, dan mengamati sang bayi segera setelah persalinan.
  2. Bounding (keterikatan).
  3. Attachment, perasaan sayang yang mengikat individu dengan individu lain.

Elemen-Elemen yang terdapat dalam Bounding Attachment :

  1. Sentuhan

Sentuhan, atau indera peraba, dipakai secara ekstensif oleh orang tua dan pengasuh lain sebagai sarana untuk mengenali bayi yang baru lahir dengan cara mengeksplorasi tubuh bayi dengan ujung jarinya. Penelitian telah menemukan suatu pola sentuhan yang hampir sama yakni pengasuh memulai eksplorasi jari tangan ke bagian kepala dan tungkai kaki. Tidak lama kemudian pengasuh memakai telapak tangannya untuk mengelus badan bayi & akhirnya memeluk dengan tangannya (Rubin, 1963; Klaus, Kennell, 1982, Tulman, 1985). Gerakan ini dipakai untuk menenangkan bayi.

  1. Kontak mata

Ketika bayi baru lahir, dia telah mampu secara fungsional mempertahankan kontak mata. Orang tua dan bayi akan menggunakan lebih banyak waktu untuk saling memandang. Beberapa ibu mengatakan, dengan melakukan kontak mata mereka merasa lebih dekat dengan bayinya (Klaus, Kennell, 1982).

  1. Suara

Saling mendengar dan merespon suara antara orang tua dan sang bayi juga penting. Orang tua menunggu tangisan pertama bayinya dengan tegang. Sedangkan bayi akan menjadi tenang dan berpaling ke arah orang tua mereka saat orang tua mereka berbicara dengan suara bernada tinggi yang bahagia.

  1. Aroma

Perilaku lain yang terjalin antara orang tua dan bayi ialah respon terhadap bau tubuh masing-masing. Para ibu mengetahui bahwa setiap anak memiliki aroma yang unik (Porter, Cernoch, Perry, 1983). Sedangkan bayi belajar dengan cepat untuk membedakan aroma susu ibunya (stainto, 1985).

  1. Hiburan

Bayi yang baru lahir bergerak-gerak sesuai dengan nada pembicaraan orang dewasa. Mereka menggoyang tangan, mengangkat kepala, menendang-nendangkan kaki, seakan sedang menari mengikuti nada suara orang tuanya. Saat anak mulai berbicara, akan muncul kesenangan tersendiri sehingga orang tua akan merasa terhibur dengan irama yang muncul saat sang anak mengeluarkan kata-kata. Irama ini berfungsi memberi umpan balik positif kepada orang tua dan menegakkan suatu pola komunikasi efektif yang positif.

  1. Bioritme

Anak yang belum lahir atau baru lahir dapat dikatakan senada dengan ritme alamiah ibunya. Untuk itu, salah satu tugas bayi baru lahir ialah membentuk ritme personal (bioritme). Orang tua dapat membantu proses ini dengan memberi kasih sayang yang konsisten dan dengan memanfaatkan waktu ketika bayi mulai mengembangkan perilaku yang responsif. Hal ini dapat meningkatkan interaksi sosial dan kesempatan bayi untuk belajar.

  1. Kontak dini

Saat ini, belum ada bukti nyata yang menunjukkan bahwa kontak dini setelah lahir merupakan hal yang penting untuk hubungan orang tua—anak. Namun menurut Klaus, Kennel (1982), ada beberapa keuntungan fisiologis yang dapat diperoleh dari kontak dini, di antaranya :

· Kadar oksitosin dan prolaktin dalam tubuh ibu meningkat.

· Reflek menghisap pada bayi dilakukan dini.

· Pembentukkan kekebalan aktif pada bayi dimulai.

· Mempercepat proses ikatan antara orang tua dan anak.

  1. Body warmth (kehangatan tubuh)
  2. Waktu pemberian kasih sayang
  3. Stimulasi hormonal

Dampak positif yang dapat diperoleh dari bounding attachment :

  1. Bayi merasa dicintai, diperhatikan, mempercayai, menumbuhkan sikap social
  2. Bayi merasa aman, berani mengadakan eksplorasi

Hambatan yang terjadi dalam Bounding Attachment :

  1. Kurangnya support system
  2. Ibu dengan resiko
  3. Bayi dengan resiko
  4. Kehadiran bayi yang tidak diinginkan

Ψ Pengasuhan oleh Ayah

Pengamatan yang diadakan Parke dan Sawin (1980) menunjukan bahwa seorang ayah mampu untuk bertindak responsif terhadap bayinya. Seorang laki-laki dewasa secara kompeten dapat mengasuh bayi dengan aktif, berinteraksi dengan baik, dan juga sabar.

Berbeda dari interaksi bayi dengan ibu yang biasanya berada dalam lingkup pengasuhan (mengganti popok dan memberi makan), interaksi bayi dengan ayah cenderung berada dalam lingkup aktivitas permainan fisik (melambungkan bayi dan menggelitik).

Michael Lamb mengadakan investigasi (1977) yang membuktikan bahwa bayi, terutama yang sedang dalam keadaan stres, cenderung memperlihatkan keterikatan yang kuat dengan ibu mereka.

Ψ Day Care

Day Care atau tempat pengasuhan anak, merupakan sebuah tempat dimana bayi dan balita diasuh sementara di sebuah tempat manakala kedua orang tuanya bekerja atau tidak bisa mengasuhnya sendiri. Banyak pro—kontra atas kehadiran Day Care yang berfungsi untuk mengasuh anak sementara waktu.

Menurut Jay Belsky (1989), pada umumnya Day Care itu berkualitas buruk dan memberikan perkembangan negatif pada anak, seperti yang sering terjadi pada anak Amerika Serikat yang memiliki pengalaman yang ekstensif selama setahun pertama kehidupannya yang menunjukan adanya keterikatan yang tidak aman, meningkatnya agresi, ketidakpatuhan, dan kemungkinan penarikan diri secara sosial ketika sang anak memasuki usia pra sekolah dan awal masa sekolah.

Kesimpulan kontroversional dari Belsky menarik para peneliti lainnya seperti Andersson (1992), serta Broberg, Hwang, dan Chase (1993) untuk menetang pendapatnya yang menganggap Day Care akan berdampak buruk pada anak. Meski begitu, Belsky tetap didukung oleh studi yang dilakukan oleh Vandell dan Corasaniti (1988).

Karena adanya beragam pro—kontra yang terjadi, maka Jerome Kagan, Kearsley, dan Zelazo (1978) mengadakan program percontohan yaitu dengan membangun sebuah Day Care yang terdiri dari seorang dokter anak, seorang direktur pengelola, dan disertai setiap pengasuh yang maksimal menjaga tiga bayi, tak ketinggalan pula ada beberapa asisten pengasuh.

Edward Zigler (1987) pun memberi solusi yang berisi tentang sekolah yang bukan sekedar sebuah lembaga, melainkan tempat dimana terjadi kegiatan belajar-mengajar dan juga menjadi tempat pengasuhan dan pengawasan anak yang kompeten.

Ψ Emosi

Emosi adalah perasaan atau afeksi yang melibatkan gejolak fisiologis dan perilaku yang tampak sekaligus. Emosi pun diklasifikasi menjadi dua yaitu, afektifitas positif (antusiasme, kegembiraan, kesabaran, dan ketenangan) dan afektifitas negatif (kecemasan, kemarahan, rasa bersalah, dan kesedihan). Sedangkan, yang dinamakan dengan emosionalitas pada perangai bayi adalah kecenderungan untuk mengalami kesulitan (distressed).

Dalam perkembangan anak, emosi memiliki peranan-peranan tertentu, seperti, media untuk penyesuaian diri dan mempertahankan kelangsungan hidup (adaptation&survival). Emosi pun memiliki fungsi sebagai media pengaturan diri (regulation). Dan juga berfungsi sebagai media komunikasi.

Gejala awal perilaku emosional adalah keterangsangan umum terhadap stimulus yang kuat. Keterangsangan berlebih-lebihan tampak dalam aktivitas yang banyak pada bayi yang baru lahir. Meski begitu, reaksi emosional pada bayi yang masih dalam periode neo natal, kurang spesifik, karena hanya menampakan reaksi terhadap kesenangan dan ketidak senangan. Seiring pertambahan usianya, ekspresi emosional bayi sekitar satu tahun, telah menyerupai ekspresi yang ditampakkan oleh orang dewasa.

Biasanya, emosi pada bayi hanya ditunjukkan dengan menangis dan tersenyum, karena kedua hal itu adalah mekanisme yang terpenting untuk mengembangkan komunikasi bayi tersebut.

Menurut Wasz-Hockert dan kawan-kawan (1968), bayi memiliki tiga jenis tangisan yaitu tangisan dasar atau basic cry (ketika menunjukan rasa lapar), tangisan marah atau anger cry (variasi basic cry yang menunjukan kegusaran), dan tangisan sakit atau pain cry (tangisan merintih yang butuh upaya menarik nafas cukup lama dan menunjukan rasa sakit).

Menurut Emde, Gaensbauer, dan Harmon (1976), bayi memiliki dua tipe senyuman yaitu senyum refleksi atau reflexive smile (bukan karena rangsang luar) dan senyum sosial atau social smile (respon atas stimulus).

Ψ Kesimpulan

Perkembangan sosio-emosi pada bayi menjadi hal penting yang banyak diteliti. Karena beragam hal yang dialami pada masa bayi akan membentuk pola perilaku tertentu dengan efek psikologis tertentu. Jadi pokok bahasan yang positif mengenai attachment, pengasuhan oleh ayah, day care, dan perihal emosi dirasa penting untuk mengembangkan rasa percaya pada bayi yang nantinya mendasari kepribadiannya di masa yang akan datang.

Ψ Daftar Pustaka

Atkinson, Rita L., Richard C. Atkinson, dan Ernest R. Hilgard. 1983. Pengantar Psikologi I, edisi kedelapan. Jakarta : Penerbit Erlangga.

http://www.akbidypsdmi.net//

Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak I, edisi keenam. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Santrock, John W. 1983. Life—Span Development : Perkembangan Masa Hidup I, edisi kelima. Jakarta : Penerbit Erlangga.

No comments: